يا رسول الله: أي مسجد وُضِع في الأرض أولا؟ قال: المسجد الحرام، قلت: ثم أي؟ قال: المسجد الأقصى، قلت: كم بينهما؟ قال: أربعون سنة، وأينما أدركتك الصلاة فصل، فهو مسجد”
“Wahai Rasulullah, masjid manakah yang pertama kali dibangun di muka bumi?” Beliau menjawab, “Masjid al-Haram.” Aku kembali bertanya, “Kemudian?” Beliau menjawab, “Masjid al-Aqsha.” Kutanya lagi, “Berapa tahunkah jarak pembangunan keduanya?” Beliau kembali menjawab, “40 tahun. Dimanapun engkau menjumpai waktu shalat, maka shalatlah, karena tempat (yang engkau jumpai itu) adalah masjid.”
Saat banjir besar yang melanda bumi di masa Nabi Nuh, masih bisa dijumpai sisa-sisa bangunan Masjid al-Aqsha yang dibangun oleh Nabi Adam.
Ibnu Hisyam dalam kitab at-Tijan fi Muluki-l Hamir mengatakan, “Setelah Adam ‘alaihissalam membangun Ka’bah, Allah Ta’ala memerintahkannya untuk menempuh perjalanan ke Baitul Maqdis. Jibril mengawasi (atau memperhatikan) bagaimana Baitul Maqdis itu dibangun. Setelah Nabi Adam selesai membangunnya, beliau menunaikan ibadah di dalamnya.”
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam tinggal dan memakmurkan Masjid al-Aqsha sekitar tahun 2000 SM, kemudian dilanjutkan anak-anak beliau dari kalangan para nabi, yakni Nabi Ishaq dan Nabi Ya’qub ‘alaihimassalam. Pada sekitar tahun 1000 SM, dilanjutkan oleh Nabi Sulaiman ‘alaihissalam. Dalam Sunan Ibnu Majah diriwayat sebuah hadits dari Abdullah bin Amr radhiallahu ‘anhuma bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَمَّا فَرَغَ سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ مِنْ بِنَاءِ بَيْتِ الْمَقْدِسِ سَأَلَ اللَّهَ ثَلَاثًا: حُكْمًا يُصَادِفُ حُكْمَهُ، وَمُلْكًا لَا يَنْبَغِي لَأَحَدٍ مِنْ بَعْدِهِ، وَأَلَّا يَأْتِيَ هَذَا الْمَسْجِدَ أَحَدٌ لَا يُرِيدُ إِلَّا الصَّلَاةَ فِيهِ إِلَّا خَرَجَ مِنْ ذُنُوبِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ” فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “أَمَّا اثْنَتَانِ فَقَدْ أُعْطِيَهُمَا، وَأَرْجُو أَنْ يَكُونَ قَدْ أُعْطِيَ الثَّالِثَةَ
“Ketika Nabi Sulaiman merampungkan pembangunan Baitul Maqdis, beliau memohon kepada Allah tiga permintaan: (1) Memberi putusan hukum yang sesuai dengan hukum Allah, (2) Diberikan kerajaan yang tidak patut dimiliki oleh seorang pun setelah dirinya, (3) dan agar tak seorang pun yang datang ke Masjid al-Aqsha dengan keinginan menunaikan shalat di dalamnya, kecuali dihapuskan segala kesalahannya, (sehingga ia suci) seperti saat hari kelahirannya.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan, “Permintaan pertama dan kedua telah diberikan, dan aku berharap yang ketiga pun Allah kabulkan.” (HR. Ibnu Majah, no. 1408. Al-Albani mengatakan hadits ini shahih).
Secara tekstual, kita dapati hadits ini seolah-olah bertentangan dengan pendapat pertama yang mengatakan bahwa Nabi Adam-lah yang membangun Masjid al-Aqsa bukan Nabi Sulaiman. Para ulama, seperti Ibnul Jauzi, al-Qurthubi, dan selain keduanya menjelaskan bahwa yang dimaksud pembangunan oleh Nabi Sulaiman adalah perbaikan bukan membangunnya dari awal, sebagaimana Nabi Ibrahim membangun ulang Masjid al-Haram setelah Nabi Adam membangunnya pertama kali. Hal ini dikarenakan terdapat kerusakan yang diakibatkan banjir pada zaman Nabi Nuh.
Di saat Umar bin al-Khattab mengembalikan masjid ini ke pangkuan cahaya tauhid pada tahun 15 H/636 M, beliau radhiallahu ‘anhu membangun Jami’ al-Qibli sebagai inti dari Masjid al-Aqsha. Kemudian di masa kekuasaan Khalifah Bani Umayyah, Khalifah Abdul Malik bin Marwan, beliau membangun Qubbatu Shakhrakh (Dome of The Rock) dan pada masa Bani Umayyah juga Jami’ al-Qibli dan komplek Masjid al-Aqsha terus diperbaiki, setidaknya perbaikan terus berlangsung selama 30 tahun, mulai dari tahun 66 H/ 685 M – 96 H/715 M. Perbaikan itu membentuk bangunan Masjid al-Aqsa al-Mubarak seperti yang kita lihat saat ini. (umroh plus aqsa)
EmoticonEmoticon